Senin, 16 Februari 2009

Islam Itu Indah Kok!

Beberapa hari yang lalu seorang rekan kerja saya becerita bahwa keponakannya yang berumur 6 tahun mengalami demam. Anak lahi-laki tersebut sakit karena ketakutan. Ceritanya sepulang sekolah anak tersebut dijemput oleh ibunya. Di tengah jalan mereka bertemu dengan serombongan reog. Dengan ketakutan si anak menanyakan pada ibunya apakah itu adalah Dajjal. Enggan menjelaskan lebih rinci si ibu hanya menjawab iya.
Belakangan jawaban itu justru berbuntut panjang. Si anak yang sangat ketakutan sampai di rumah mendadak gemetaran dan suhu badannya meninggi. Rupanya beberapa waktu lalu anak tersebut baru diberi pelajaran tentang hari kiamat oleh guru agamanya. Dengan menyeramkan si guru telah menjelaskan bahwa Dajjal akan muncul menjelang kiamat. Rupanya penjelasan itu terekam kuat dalam memori anak.
Ketika kecil saya juga tidak menyukai pelajaran agama saya. Bagi saya mengikuti pelajaran agama itu sama saja seperti menonton film horor. Bayangkan apa yang berada di benak bocah-bocah belia ketika mereka disodori kematian, siksa api neraka, azab ataupun kehancuran dunia di hari kiamat. Kita yang sudah dewasa saja seringkali ngeri mendengarnya.
Anak-anak itu seperti kertas putih, warna orang yang mendiidiknya bisa jadi warna yang melukisinya. Lalu kenapa harus dilukiskan agamanya lewat sisi-sisi yang buruk?
Islam bukan agama yang kejam, Islam juga tidak sama dengan terorisme dan kebencian. Kenapa bukan sisi keindahan Islam yang justru lebih diperkenalkan pada mereka? Karena justru sisi indah itulah yang banyak terkandung dalam Islam.
Bukankah lebih baik menjelaskan kebaikan-kebaikan yang didapat ketika kita berbuat baik dan saling menyayangi ketimbang berbusa-busa menerangkan azab yang menghampiri ketika kita berbuat jahat!
Bukankah lebih indah menjelaskan esensi dari setiap ibadah yang kita lakukan – sholat membuat hati tenang, berdisiplin dan membantu melancarkan peredaran darah ke otak; puasa membuat tubuh lebih sehat karena bisa membuang toksin dalam tubuh, membuat orang bisa mengendalikan hawa nafsu dan berempati pada mereka yang tidak berpunya, dsb – ketimbang mengancam dibakar dan disiksa di api neraka ketika meninggalkannya?
Ancaman dan siksa yang tertera dalam Al Qur’an bukan lagi dimaknai sebagai teror. Bahwa neraka ada sebagai konsekuensi dari adanya surga, bahwa hukuman selalu ada menyertai penghargaai. Karena dalam hidup selalu ada 2 sisi mata uang. Segala sesuatu bukan hanya bersisi baik saja.
Saya ingat dulu saya sangat menyukai pengajian yang diadakan setiap malam minggu di mushala dekat rumah. Meski kegiatan itu tidak berlangsung lama karena sebagian pengasuhnya masih kuliah di luar kota, namun kegiatan itu sangat terpatri dalam memori saya. Itu merupakan saat dimana saya mulai mencintai agama yang saya anut. Pengasuh yang rata-rata berusia muda itu bersikap ramah dan suka melucu, mereka kerapkali membawakan kajian yang membuat kami semua (yang rata-rata masih duduk di bangku SD) terbahak-bahak mendengarnya.
Jadi kenapa harus dibuat menyeramkan ketika semua bisa dijelaskan dengan cara yang lebih menyenangkan. Islam itu indah kok!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar