"Kebahagiaan kamu bukan tergantung pada orang lain melainkan ada pada diri kamu sendiri"
Jumat, 05 November 2010
DUKA MBAH SUTI
Ketika merapi menampakkan kekuatannya, telah banyak berjatuhan korban. Puluhan orang meninggal, puluhan lainnya luka-luka dan ribuan orang terpaksa harus mengungsi. Diantara ribuan pengungsi tersebut terdapat Mbak Suti dan tetangga-tetangganya. Tanah mereka yang biasanya subur itu kini berbahaya. Tak ayal mereka harus meninggalkan rumah, sawah, ternak dan harta benda mereka.
Pada Kamis malam hingga Jumat ini letusan merapi meningkat. Lokasi aman yang semula hanya 15 km langsung berubah menjadi 20 km. Suara gemuruh terdengar hampir tanpa henti. Langit di atas merapi berwarna merah membara. Berkubik-kubik material panas dilontarkan ke udara. Hujan abu, pasir dan kerikil terjadi di mana-mana. Kondisi itu membuat para warga di lereng merapi panic.
Daerah-daerah yang semula dirasa aman untuk dijadikan tempat pengungsian menjadi tidak aman. Warga yang sudah mengungsi itu kembali diungsikan lagi,. Daerah yang semula menjadi tempat penampungan berubah status, penduduknya terpaksa juga harus diungsikan.
Akibatnya saat ini sejumlah tempat di Boyolali Kota dan sekitarnya berubah menjadi kantung-kantung pengungsian.
Warga sekitar Mbah Suti saat ini mengungsi di Gedung Puri Putri Boyolali yang terletak sekitar 100 meter sebelah barat Kantor Kabupaten Boyolali. Lokasi yang biasanya digunakan sebagai tempat resepsi itu kini berubah fungsi. Di lokasi itu sedikitnya terdapat 2.500 pengungsi. Sampai saat ini beberapa orang dari LKTS masih melakukan koordinasi di lokasi tersebut.
Sementara tulisan ini dibuat, keberadaan Mbah Suti masih belum jelas. Beberapa kabar simpang-siur masih diterima. Kita berharap nenek luar biasa satu itu dalam keadaan baik-baik saja. Semoga…
Kamis, 04 November 2010
Senin, 27 September 2010
Rabu, 21 April 2010
Selamat Hari Kartini bagi Perempuan-Perempuan Cantik
Hari ini tepat pada tanggal 21 April dimana segenap bangsa Indonesia merayakan hari Kartini saya mendapatkan sebuah pesan yang sangat cantik dari teman saya yang cantik
Wanita cantik :
♥Melukis kekuatan melalui proses kehidupan
♥Bersabar saat tertekan
♥Tersenyum di saat hati menangis
♥Diam saat terhina (maaf, khusus poin ini saya tidak sepakat –red)
♥Mempesona krn memaafkan
♥Mengasihi tanpa pamrih
♥Bertambah kuat di dlm doa & pengharapan
Di kirim khusus utk setiap wanita cantik ...
Kirim ke smua wanita yg menurutmu cantik ...
Mnurutku kamu cantik. Selamat hari Kartini.......
Pesan yang sangat indah, mengingatkan seriap perempuan bahwa mereka cantik. Ya, saya percaya bahwa perempuan dilahirkan untuk menjadi cantik
Namun hal yang seringkali terjadi adalah banyak perempuan yang menganggap diri mereka tidak cantik. Ini karena sedari awal mereka telah salah kaprah meyakini standar-standar kecantikan yang absurd. Pemahaman yang salah tersebut menyebabkan mereka menisbikan bentuk-bentuk kecantikan yang sebenarnya telah melekat pada dirinya. Dan berlomba-lomba mendapatkan bentuk-bentuk kecantikan yang diyakini ‘benar’ dengan berbagai konsekuensi yang harus mereka tanggung.
Konteks kecantikan yang diartikan secara sempit dan digeneralisasikan demi kepentingan-kepentingan kapitalisme telah membunuh sekian banyak harapan perempuan menjadi cantik.
Kecantikan tidak bisa secara kaku diterjemahkan sebagai kulit putih bersih, hidung mancung, rambut lurus, badan langsing, dan lain sebagainya.
Telah banyak korban timbul akibat pemahaman yang salah ini; kulit melepuh akibat penggunaan bahan pemutih, terpaksa dirawat di rumah sakit akibat pola-pola diet, kanker kulit karena suntik silicon, bahkan ada yang berujung kematian akibat ingin mendapatkan label ‘cantik’. Rasanya miris setiap kali kita membaca beritaiberita semaca ini di media massa.
Padahal yang ada nilai kecantikan itu berlaku sangat luas dan beragam. Tidak percaya???
Coba tuliskan sederet standar kecantikan yang bisa nada temukan (saya bisa menemukan puluhan, bahkan ratusan deret saat ini, dan otak saya masih bisa diajak berfikir untuk menemukan lagi…), kemudian cari dari deret tersebut berapa yang telah anda miliki. Tentu anda memiliki…. Karena anda adalah perempuan yang cantik! Saya yakinkan anda adalah perempuan yang cantik!!
Jumat, 22 Januari 2010
MDGs and Their Relationship to Disability
650 million people live with disabilities. Unless such huge numbers of people are part of development policies and programmes, it will be impossible to attain any of the Millennium Development Goals
Extreme poverty among families with a family member with a disability may limit the amount and quality of food for them and their families. In house holds with limited resources it is often the woman or girl child with disabilities who is often the last fed or fed.
MDG2: Achieve Universal Primary Education
Poverty and prejudice bar families and communities from educating the girl child with disabilities. Where resources are scarce, the girl child with disabilities is often deprived of even a basic education.
MDG3: Promote Gender Equality and Empower Women
Women with disabilities face extreme discrimination compared to not only a person without disabilities but often from men with disabilities and often less preferred in programmes.
MDG4: Reduce Child Mortality
Infanticide or the deliberate killing of infants with disabilities, especially girls with disabilities, is a huge problem in certain countries.
MDG5: Improve Maternal Health
There is very little information or services available for women with disabilities on maternal health or pregnancy-related information. Women with disabilities also have little access to maternal health related information and care.
MDG6: Combat HIV/AIDS, Malaria and Other Diseases
A disproportionate percentage of women with disabilities who became HIV positive tend to be unable to access proper clinical care.
MDG7: Ensure Environmental Sustainability
Deteriorating environments can have a significant and disproportionate impact on women with disabilities, especially pregnant women with disabilities, and this can be a cause disability.
MDG8: Develop a Global Partnerships for Development
Of the approximately 650 million persons with disabilities world wide, an estimated 80 percent live in developing countries. International partnerships are key to any sustainable development programme.
(taken from: Disability Rights, Gender and Development A Resource Tool For Action)
Jumat, 15 Januari 2010
DUH PELITNYA SAYA
Bagi saya orang yang meminta sumbangan sama dengan mengemis. Yang paling membuat saya makin tidak suka adalah ketika mereka memakai simbol-simbol keagamaaan dan difabel sebagai dalih dalam meminta sumbangan. Puih, kalau memang belum cukup dana ya jangan mendirikan atau membangun tempat ibadah. Tunggu sampai dananya cukup dulu, bukan dengan meminta dari pintu ke pintu, apalagi menyodorkan kotak di pinggir jalan dan perempatan.
Apalagi meminta sumbangan dengan alasan kedifabelan, itu membuat saya sebal. Emang difabel itu identik dengan rasa kasihan apa! Difabel bukan alasan untuk menjadi obyek belas kasian dan iba.
Hemat saya menyumbang ya di posko penerima sumbangan yang sudah disediakan. Kita pergi kesana karena memang berniat untuk menyumbang, bukan Karena ada paksaan, karena ada orang yang memintai. Dan lebih jelas arah uang itu kemana.
Kelompok kedua yang membuat saya pelit adalah pengamen. Pengamen bagi saya tidak jauh berbeda juga dengan pengemis. Karena biasanya mereka menyanyi dengan nada yang jauh dari enak didengar di kuping. Mending dengerin mp3 saja. Selain itu ada beberapa pengamen yang bersikap tidak menyenangkan ketika orang tidak mau meberikan uang. Huh sudah minta maksa lagi….
Namun ada beberapa perkecualian jenis pengamen yang membuat saya mengacungkan jempol dan membuat kepelitan saya menghilang. Di Boyolali, ada banyak warung soto bertebaran. Meski demikian warung-warung soto tersebut nyaris tidak pernah sepi sendiri. Hmm, jelas soto telah menjadi menu andalan kuliner Boyolali.
Yang menarik adalah di bagian depan warung-warung soto tersebut biasanya terdapat sekelompok pengamen. Biasanya mereka duduk di sebelah pintu masuk warung. Grup yang terdiri dari 4-7 orang tersebut mengusung jenis musik campursari. Meskipun jenis musik tersebut bukan merupakan jenis musik yang yang saya gemari namun saya memberikan apresiasi positif bagi mereka.
Penampilan mereka yang sopan dan ramah, tetap memainkan lagu tanpa peduli apakan pengunjung memberikan uang atau tidak, serta memperlihatkan kualitas musik yan cukup memadai (tidak sekedar genjrang-genjreng tak enak didengarkan) membuat saya tidak sayang mengisi kotak mereka (biasanya mereka menempatka sejenis wadah plastic yang biasanya digunakan sebagai tempat nasi di depan mereka sebagai tempat pengunjung memberika uang). Dan nampaknya bukan saya saja yang berfikir begitu, karena bila dilihat dal;am wadah plastic tersebut isinya kebanyakan bukan berupa recehan koin seperti pada pengamen lain, tapi lebih didominasi oleh uang kertas.
Pengamen lain yang menarik bagi saya biasanya duduk di depan warung bakso kesukaan saya. Pengamen tersebut hanya menggunakan alat musik siter. Siter adalah alat musik tradisional Jawa yang dimainkan dengan cara dipetik. Belakangan pemain siter mulai langka.
1 lagi pengamen yang membuat saya memberi apresiasi baik adalah pemain biola yang dulu sering berkeliling di daerah kost saya di Jogja. Saya adalah seorang penikmat musik yang dihasilkan oleh biola tersebut. Pria paruh baya tersebut memainkan biolanya dengan bagus. Temen kost saya yang kebetulan juga seorang penyuka biola bahkan rela mengejar pemain biola tersebut, dan memanggilnya untuk bermain biola di depan kami. Hmm, kami sangat menikmati pertunjukan yang bagus tersebut.
Jadi rasanya untuk 3 pengamen yang saya sebutkan di atas, kepelitan saya hilang sudah. Leganya…