Rabu, 16 Desember 2009

MARI DUKUNG RATIFIKASI KONVENSI HAK DIFABEL

Secara internasional hak-hak difabel telah diakui. Hal itu terlihat dari adanya Convention on the Rights of Disabled People (CRPD) atau Konvensi Hak Difabel. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 13 Desember 2006 menyepakati konvensi untuk melindungi hak 650 juta difabel sedunia dengan resolusi No. 61/106. Konvensi itu melarang pembatasan difabel dari hak pendidikan, pekerjaan, dan politik. Tercatat ada 143 negara yang telah menandatangani konvensi tersebut dan Indonesia telah menandatangani konvensi pada tanggal 30 Maret 2008.

Sesuai dengan UU No.24 Tahun 2000 tentang perjanjian Internasional, maka sebuah konvensi akan menjadi hukum nasional apabila telah diratifikasi. Ratifikasi adalah pengesahan sebuah Konvensi menjadi undang-undang. Tidak ada batas waktu berapa lama negara diharuskan meratifikasi sebuah konvensi sejak penandatanganan. Oleh karena itu dukungan semua pihak diperlukan supaya Konvensi Hak difabel ini bisa segera diratifikasi.

Kekurangseriusan

Keikutsertaan Indonesia dalam pendandatanganan Konvensi Hak Difabel menunjukkan komitmen kuat bangsa Indonesia dalam memajukan hak-hak difabel. Meski demikian pada kenyataan kesungguhan bangsa ini dalam melaksanakannya masih jauh dari harapan.

Sampai saat ini jutaan difabel di Indonesia masih bergelut dengan berbagai perlakukan diskriminatif. Sebagian besar dari mereka masih mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Beberapa kesulitan yang kerap terjadi diantaranya adalah: penolakan difabel untuk memasuki sekolah umum, minimnya fasilitas publik yang memperhatikan kebutuhan difabel, sempitnya akses lapangan pekerjaan, kurangnya dukungan pemerintah terhadap pengiriman atlit difabel ke tingkat dunia, juga kungkungan stigma-stigma difabel. Stigma yang masih melekat adalah berbagai anggapan bahwa kaum difabel itu lemah, aib, sakit dan menjadi beban bagi orang lain

KOMNAS HAM dalam hasil penelitiannya tahun 2006 tentang monitoring pemahaman hak-hak penyandang cacat di 9 daerah di Indonesia (Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, NTT, Banten, Sumatera Selatan, Riau Daratan, Jawa Timur, Yogyakarta, Jambi), telah menemukan bahwa secara umum pemenuhan hak-hak penyandang cacat oleh negara atau pemerintah masih belum maksimal, utamanya karena masih minimnya pengetahuan dan pemahaman mengenai hak-hak difabel (Naskah Akademis Komnas HAM Tahun 2007)

Beragam perlakuan diskriminatif dan stigmatisasi difabel ini terjadi dalam berbagai tataran dari keluarga hingga pada masyarakat luas. Faktor yang menyebabkan hal ini ada 2 macam. Pertama rendahnya kesadaran masyarakat dan tidak adanya rumusan yang jelas tentang jaminan dan mekanisme perlindungan serta pemenuhan hak difabel. Ini terlihat dari lemahnya implementasi berbagai perundangan yang menjamin pemenuhan hak difabel. Kedua adalah rendahnya kesadaran difabel itu sendiri. Pada umumnya difabel tidak sadar bahwa mereka memiliki hak asasi, pada umumnya mereka menganggap berbagai perlakuan diskriminatif dan stigma yang ditujukan bagi mereka adalah hal yang wajar. Kurangnya sosialisasi akan hak-hak yang dimiliki oleh difabel menjadi penyebab utama mengapa hal ini bisa terjadi.

International Disabled Day

Kondisi memprihatinkan yang masih dialami oleh sebagian besar difabel di Indonesia di atas menyebabkan diratifikasinya Konvensi Hak Difabel menjadi sebuah kebutuhan mutlak. Dan ini perlu didesakkan dengan segera, sehingga mampu mengatasi berbagai persoalan difabel dan mengangkat mereka dari keterpurukan.

Meskipun secara umum, seluruh konvensi yang berkaitan dengan hak asasi manusia dapat digunakan sebagai landasan perlindungan hak-hak difabel, namun tidak satupun dari konvensi-konvensi tersebut menyebut masyarakat difabel secara eksplisit. Oleh karena itu Konvensi ini merupakan instrumen hukum pertama yang mengikat dan berisi perlindungan yang komprehensif terhadap hak-hak difabel.

Bertepatan dengan peringatan International Disabled Day jatuh pada tanggal 3 Desember tahun ini Committee on the Rights for Persons with Disabilities (CRPD) mencanangkan Week long program of celebrations of the International Day of Persons with Disabilities. Program yang berlangsung pada tanggal 3-9 Desember 2009 bertemakan pemberdayaan difabel melaui hak untuk malakukan tindakan (http://www.ohchr.org)

Mulai tanggal 3 Desember 2009 hingga seminggu kemudian seluruh dunia akan memberikan pengakuan, memberikan dukungan serta meningkatkan kesadaran terhadap difabel. Pada peringatan itu juga diharapkan adanya pembaharuan komitmen dalam meratifikasi dan implementasi sepenuhnya terhadap Konvensi Hak Difabel.

Dalam kesempatan tersebut, akan menjadi sebuah kado indah bagi difabel apabila Indonesia bisa turut serta di dalamnya. Utamanya adalah dengan meratifikasi Konvensi Hak Difabel yang telah ditandatangani hampir 2 tahun lalu. Implikasinya, setelah konvensi diratifikasi, Pemerintah akan mereformasi peraturan perundangan yang ada sehingga sesuai dengan kewajiban yang diamanahkan dalam Konvensi. Ini berarti difabel di Indonesia bisa memiliki hak sebagaimana yang telah dinikmati difabel di negara lain yang telah meratifikasinya. Ini bisa menjadi bukti keseriusan negara dalam memenuhi hak-hak setiap warga negara termasuk juga hak-hak difabel.

Dukung Ratifikasi Konvensi Hak Difabel!!!

Selasa, 15 Desember 2009

Muse

Over the stars
Over the moon
And over the sun
But why...
We are still excluded???


(dedicated to all persons with disabilities in the whole world, celebrate International Disabled Day, December 3rd 2009)

Rabu, 28 Oktober 2009

Hope...

Cloudy sky
Doesn't mean that my heart go grey also
'Coz there is a hope
For better future
For better life

And when everything goes wrong
I know that He will guide me to the right path

Allah is the almighty
And He stay right beside me
Always...

Selasa, 20 Oktober 2009

Biru

Kenapa terasa ini sebagai beban?

Kenapa rasa sepi menghampiri?

Baru kucoba untuk melangkah pergi…

Terlihat dia berdiri di sana

Menjulang tegak bak batu karang

Seperti apa adanya dia,

Keras, kokoh dan tak tertembus

Entah berapa kali bilur kesakitan kurasakan

Tatkala mencoba menggapainya

Karena itulah dia…

Ada tapi tak teraih, dekat tapi tak terengkuh

Dan masih sakit ini masih kurasa

Tatkala kucoba untuk melangkahkan kaki

Menjauh darinya…

Sementara asa di depan

Terlihat sama-samar

Muncul dari sebuah horizon di ujung cakrawala

Semakin gamang yang kurasakan….

Selasa, 14 Juli 2009

Big Gift




I just received a big gift from my cousin last Sunday. They were several books to improve my English. It was a big gift because those books were so thick. It also a big gift ‘coz it consist of things I really need. Thanks a lot Mas Agus!
My cousin finished his 3 moths English course due to achieve his scholarship. And he will continue to his 11 moths France course. When everything is completely he will go to France to reach his master degree.
Even I and he often involved in debate (we often involved in discussion in various aspects), and we don’t always have same opinion. I and he always fight to defend ours). I am chosen as his heiress, I am so proud of this (LOL, the truth is his wife didn’t wanna bring all the books to Palu. She said it was too heavy because she had to go back to Palu only with her 6-years-old-daughter. My cousin will go to Jakarta to continue his course).
I do so happy to receive this gift. I wanna improve my English, but ‘till now I haven’t find a proper English Course in my little town. So learn by myself so far. Those books would be helpful for me at this moment.
But one thing, those thick books make me feel slack. Oh no, that was so bad…
It always be a problem to me to start reading non-fiction books. Different from fiction books -especially good novels- I don’t need so many times to finish reading them.
Oh I have to fix up this habit from now on
I have a big homework... But first I will finish Dan Brown's Novel "Angel and Demon" then I will do my homework...


Jumat, 12 Juni 2009

Mimpi Saya...


Ini adalah penerbangan pertama saya.
Biasanya saya jarang menggunakan fasilitas transportasi umum jika hendak bepergian. Sopir yang terburu-buru bisa membahayakan saya, mereka tidak memberi saya cukup waktu untuk saya menaiki dan menuruni kendaraan. Selain itu kondisi fisik kendaraan umum dan fasilitas bangunan fisik pendukungnya (terminal, pintu masuk kendaraan, jalan, dll) kerapkali membuat saya kesulitan.
Karenanya saya lebih sering menggunakan kendaraan pribadi, becak atau taksi ketika harus bepergian. Hal ini juga membuat kesulitan baru, karena selain ongkos yang dibayarkan menjadi lebih tinggi, keterbatasan juga ditemui ketika perjalanan yang harus saya tempuh cukup jauh. Yang tidak lagi terjangkau dengan menggunakan kendaraan pribadi, becak atau taksi lagi.
Biasanya paling tidak ada salah seorang teman atau keluarga yang mendampingi saya untuk memastikan keamanan saya. Ketika bepergian saya selalu mencemaskan bagaimana ketika naik dan turun kendaraan, berharap pengemudi atau crew kendaraan tersebut cukup sabar dan mau memperhatikan kebutuhan saya.
Namun keadaan berbeda saya temui ketika mengakses layanan penerbangan. Layanan yang notabene milik kelas middle-up. Saya terbang dari Jakarta menuju Yogyakarta dengan jadwal penerbangan pagi.
Tiba di terminal III Bandara Soekarno Hatta, saya mengamati bahwa kondisi fisik bangunan mudah untuk saya akses. Di samping tangga ada ramp (meskipun masih bisa mengaksesnya saya mengalami kesulitan naik/turun anak tangga yang rata-rata memiliki tinggi 20 cm, ini terlalu tinggi bagi saya). Keberadaan ramp memudahkan saya, meski saya tidak memakai kursi roda dalam keseharian.
Dari awal saya sudah menanyakan pada petugas bandara tentang fasilitas kursi roda. Luasnya area bandara serta naik turun lantai membuat saya kecapekan kalau harus berjalan kaki. Dan tanggapan petugas cukup baik, mereka langsung menyatakan akan menyediakan kursi roda.
Dan dalam waktu beberapa menit seorang petugas datang membawa kursi roda untuk saya. Petugas tersebut juga menawarkan untuk mendorong kursi roda itu untuk saya. Jadi ibu saya yang saat itu mendampingi saya tidak perlu dibuat kerepotan lagi karenanya. Biasanya orang yang mendampingi saya akan dibuat kerepotan, karena selain harus mengurus barang bawaan yang kami bawa, dia juga harus mengurus saya.
Petugas yang mendorong kursi roda untuk saya tersebut dengan sabar menjelaskan proses-proses yang harus kami lalui dan menjawab pertanyaan saya tentang fasilitas yang diperoleh difabel di bandara ini. Dia mengantarkan kursi roda saya sampai di depan pesawat dan memastikan saya sampai di tempat duduk saya di pesawat. Saya dan Ibu adalah penumpang pertama yang menaiki pesawat, hmm rupanya manula dan difabel masuk pesawat paling awal dan turun paling akhir. Sebuah prosedur yang memudahkan bagi saya.
Ketika hendak turun, pramugari meminta saya untuk turun paling akhir sembari menunggu kursi roda yang telah dia pesankan untuk saya di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta itu. Benar saja, ketika saya melewati pintu saya melihat seorang petugas bandara telah menunggu saya di bawah dengan sebuah kursi roda. Petugas itu bahkan membantu saya menuruni tangga pesawat.
Area Bandara Adi Sucipto sebenarnya tidak terlalu luas, tidak seluas Bandara Soekarno Hatta. Jadi saya masih bisa berjalan kaki, namun tidak ada salahnya saya menikmati pelayanan yang telah disediakan untuk saya.
Ini untuk pertama kali saya menikmati bepergian menggunakan fasilitas umum tanpa harus dihantui rasa takut dan khawatir. Saya bisa menikmati perjalanan dengan nyaman, begitu juga dengan orang yang mendampingi saya. Bahkan saya merasa percaya diri suatu saat saya bisa pergi sendirian, tanpa harus ada teman/keluarga yang mendamping saya.
Namun di balik kenyamanan fasilitas yang saya dapatkan terbersit sebuah kegetiran yang saya rasakan. Semua fasilitas ini hanya bisa dinikmati oleh difabel yang punya uang. Lantas bagaimana dengan mayoritas difabel di Indonesia yang hidupnya masih berada di ambang kemiskinan?
Tentunya mereka masih berkutat dengan sopir yang dikejar waktu tanpa mempedulikan keselamatan penumpang, terminal/stasiun yang hiruk pikuk dengan desain bangunan yang sama sekali tidak bersahabat dengan difabel, petugas-petugas yang belum memiliki kepedulian akan hak-hak difabel (kalaupun ada masih sangat tergantung pada kepedulian di tingkat personal).
Atau bahkan lebih buruk lagi, ada sebagian difabel yang masih terkungkung dalam dunia sempitnya. Dikucilkan karena masih dianggap beban dan aib, sehingga bagi mereka dunia hanya seluas rumah mereka, kampung mereka ataupun kota mereka.
Dan saya bermimpi....
Pada suatu saat nanti, layanan publik yang aksesibel terhadap kebutuhan difabel ini tersebar dimana-mana. Bukan hanya milik kaum middle-up saja. Dan pemenuhan akan hak-hak difabel merupakan sebuah standar pelayanan, bukan hanya dalam bentuk pelayanan standar internasional saja. Kesadaran itu terbentuk secara luas dan bukan hanya terbatas di tingkat personal saja. Dan difabel bisa menikmati layanan publik sama nyamannya dengan orang yang bukan difabel.
Kapan itu????

Kamis, 23 April 2009

When I Saw The Rainbow

I see the rainbow over the sky
God it’s so beutifull
I don’t even realized before
Before you came into my life and coloring it,
And makes the sun shine brighter than yesterday
I never wanna lose all new things I had
I’m thankfull ‘coz I have you by my side….

Rabu, 08 April 2009

Pasar Tradisional dan Mall

Saat ini bukan hanya di daerah urban saja mall tumbuh namun juga telah merambah hingga ke digantikan oleh daerah rural. Semakin menjamurnya mall tak pelak telah mengancam keberadaan pasar tradisional. Meski telah timbul friksi akibat pendirian mall di beberapa daerah rural ditentang oleh pedagang pasar tradisional penyebaran mall tidak bisa dibendung.Mall terus berkembang karena penerimaan masyarakat sangat baik. Ada beberapa alasan mendasar mengapa masyarakat lebih memilih berbelanja di mall ketimbang di pasar tradisional. Mall yang dilengkapi beragam fasilitas yang memberikan kenyamanan sama sekali bertolak belakang dengan pasar tradisional yang panas dan becek. Keterbatasan dana yang ada membuat pengelola pasar tidak bisa memberikan fasilitas seperti mall.Perubahan gaya hidup masyarakat juga telah memberi andil dalam membuat keberadaan pasar tradisional semakin terjepit. Label gaya hidup modern yang dilekatkan pada mall membuat masyarakat beralih belanja di mall. Selain itu asumsi bahwa barang yang dijual di mall lebih berkualitas dibanding barang yang dijual di pasar tradisional kian memperburuk keadaan. Padahal sebenarnya pasar tradisional juga menyediakan barang berkualitas pembeli hanya dituntut untuk pandai memilih. Pembeli yang pandai memilih barang dagangan di pasar tradisional acapkali malah mendapatkan barang yang sama kualitasnya dengan yang di mall namun dengan harga yang lebih murah.Di tengah gencarnya gempuran mall, pembangunan pasar tradisional justru semakin memperburuk keadaan pasar tradisional itu sendiri. Pembangunan pasar tradisional yang biasanya dilakukan oleh pemerintah daerah tidak melibatkan stakeholder sepenuhnya. Bangunan pasar baru biasanya kurang mengakomodir kebutuhan real sehingga bukan membuat pasar tradisional semakin eksis malah makin terpuruk.Dengan kondisi seperti sekarang ini bukan tidak mungkin suatu saat nanti pasar tradisional tidak bisa ditemui lagi. Mungkin suatu saat kita akan merindukan interaksi hangat antara penjual dan pembeli di pasar tradisional yang digantikan oleh interaksi hambar penjaga mall dan mesin penghitung. Tidak ada lagi seni tawar menawar, tidak ada lagi tumpukan bahan mentah segar berganti dengan makanan kemasan dan bahan mentah yang ada di mesin pendingin. Apakah hal seperti ini yang kita inginkan?

Published in Otoritas Daerah, March 2009

Stttt!!!

I hold my ‘Ophink’so tight
I love to feel its gentle feather
It makes me feel so close to you

Again……. It happens again
I always do it whenever I feel it
I can share it to no one
Ghezz……. It is not something to be shared for
It is nothing to be wrote too
I am speechless, my mouth is locked
‘Coz it is greater than thousands words
It just something to be felt

My only one……. Oohhh I miss you so much!

QUESTIONS

If we can’t be together……..
What will you do so???
If we be separated……..
What will you think then???
If everything we had just gone……..
Are you gonna cry for it???

But…….. If we stay together…
Can we make it better???
If we meet, talk about everything as usual……..Can we laugh together just like before???

Arrrgghh!!! All questions are loaded in my head
And found you’re not here to be shared for
I’m alone…….. empty without you by my side……..

Selasa, 17 Maret 2009

Violence To Women With Disabilities


Several days ago in one of local newspaper there was a story about a 16 years girl with Mental Disabled raped by her neighbour. It happened when she looked for firewood alone in a jungle near her house. Had injured in her genital she cried and told her mother. Then her family bring this case in legal action.

The perpetrator exploited this girl’s limitation to force her do what he wants. It is no need to happen if the girl brought up with adequate acknowledge so that she can defend herself not give up to his personal persuade.

This is just one of violence occurs and women with disabilities become victim, out there a lot of violence accepted by them. They often get unwell treatments because of their disabilities. Oftentimes women with disabilities have less access to resources, education, and other opportunities, it makes them more vulnerable to poverty, exploitation, and abuse.

Many women with disabilities use the term “impairment” to refer to their individual limitations. These limitations may include blindness, deafness, conditions that make it difficult or impossible to walk or to speak, conditions that make it harder to understand or learn, and conditions that can cause seizures. A woman with a disability may move, see, hear, or learn and understand differently from a woman without a disability. She may take care of the activities of daily living differently when she communicates, eats, bathes, dresses, gets up from lying down, and
Carries or feeds her baby. Adapting to her limitations is an ordinary part of her life (Maxwell and friends, A Health Handbook for Women with Disabilities).

Having disabilities mean that women can do everything as others, but they have other way to do a lot of thing. Seen as children and sick persons make them given less responsibility. It makes them get excluded from almost everything such as: social, cultural, economic, education, health care, participates in society and etc. Not because they can’t but more because they give no chance they need.

Burden of women with disabilities become more and more. Other than have disabilities they also women, that in society often deemed as second class, under men’s class. While gender equity is voiced over the worldwide they still being marginalized.

Senin, 16 Februari 2009

Islam Itu Indah Kok!

Beberapa hari yang lalu seorang rekan kerja saya becerita bahwa keponakannya yang berumur 6 tahun mengalami demam. Anak lahi-laki tersebut sakit karena ketakutan. Ceritanya sepulang sekolah anak tersebut dijemput oleh ibunya. Di tengah jalan mereka bertemu dengan serombongan reog. Dengan ketakutan si anak menanyakan pada ibunya apakah itu adalah Dajjal. Enggan menjelaskan lebih rinci si ibu hanya menjawab iya.
Belakangan jawaban itu justru berbuntut panjang. Si anak yang sangat ketakutan sampai di rumah mendadak gemetaran dan suhu badannya meninggi. Rupanya beberapa waktu lalu anak tersebut baru diberi pelajaran tentang hari kiamat oleh guru agamanya. Dengan menyeramkan si guru telah menjelaskan bahwa Dajjal akan muncul menjelang kiamat. Rupanya penjelasan itu terekam kuat dalam memori anak.
Ketika kecil saya juga tidak menyukai pelajaran agama saya. Bagi saya mengikuti pelajaran agama itu sama saja seperti menonton film horor. Bayangkan apa yang berada di benak bocah-bocah belia ketika mereka disodori kematian, siksa api neraka, azab ataupun kehancuran dunia di hari kiamat. Kita yang sudah dewasa saja seringkali ngeri mendengarnya.
Anak-anak itu seperti kertas putih, warna orang yang mendiidiknya bisa jadi warna yang melukisinya. Lalu kenapa harus dilukiskan agamanya lewat sisi-sisi yang buruk?
Islam bukan agama yang kejam, Islam juga tidak sama dengan terorisme dan kebencian. Kenapa bukan sisi keindahan Islam yang justru lebih diperkenalkan pada mereka? Karena justru sisi indah itulah yang banyak terkandung dalam Islam.
Bukankah lebih baik menjelaskan kebaikan-kebaikan yang didapat ketika kita berbuat baik dan saling menyayangi ketimbang berbusa-busa menerangkan azab yang menghampiri ketika kita berbuat jahat!
Bukankah lebih indah menjelaskan esensi dari setiap ibadah yang kita lakukan – sholat membuat hati tenang, berdisiplin dan membantu melancarkan peredaran darah ke otak; puasa membuat tubuh lebih sehat karena bisa membuang toksin dalam tubuh, membuat orang bisa mengendalikan hawa nafsu dan berempati pada mereka yang tidak berpunya, dsb – ketimbang mengancam dibakar dan disiksa di api neraka ketika meninggalkannya?
Ancaman dan siksa yang tertera dalam Al Qur’an bukan lagi dimaknai sebagai teror. Bahwa neraka ada sebagai konsekuensi dari adanya surga, bahwa hukuman selalu ada menyertai penghargaai. Karena dalam hidup selalu ada 2 sisi mata uang. Segala sesuatu bukan hanya bersisi baik saja.
Saya ingat dulu saya sangat menyukai pengajian yang diadakan setiap malam minggu di mushala dekat rumah. Meski kegiatan itu tidak berlangsung lama karena sebagian pengasuhnya masih kuliah di luar kota, namun kegiatan itu sangat terpatri dalam memori saya. Itu merupakan saat dimana saya mulai mencintai agama yang saya anut. Pengasuh yang rata-rata berusia muda itu bersikap ramah dan suka melucu, mereka kerapkali membawakan kajian yang membuat kami semua (yang rata-rata masih duduk di bangku SD) terbahak-bahak mendengarnya.
Jadi kenapa harus dibuat menyeramkan ketika semua bisa dijelaskan dengan cara yang lebih menyenangkan. Islam itu indah kok!

Senin, 02 Februari 2009

The Woman is For You, Don’t You Realize?





Don’t make me become the outsider, Hon!
You always do this to me
Being so closed whenever facing a problem
I do here for you
Erase your pain
And take away your sorrow
Remember that, Hon!
Always…

Confused


Heaven, should I listen into my heart?
Its path will not easy
The way is so hard, and it needs so much tears and patience…
I want to be just like others
Who get it easily
But somehow I believe that…
All the things get not easily would be something treasure, they are meaningful
I hope so…



That all I want deserve to be fighting for
Cause I am a fighter, right!
Ha ha ha, you know it better
We have deadly fight oftentimes, and we enjoy it all
Coz you are just like me
And we gonna be the champion
I hope so…

Senin, 19 Januari 2009

Mother Instinct


Last Saturday night I saw a good movie in one of Indonesian TV station. It titled Flight Plan, a movie released few years ago and played by an Oscar Actress Jodie Foster. This movie would be a good description how mother instinct take a role, how it lead a common woman become an incredible woman in order to protect her child.
The movie told a story about mother’s fighting against her daughter’s kidnappers. There is Kyle Pratt a woman who recent lost her husband in apparent fall. She and her six years old daughter named Julia did a transatlantic flight due to grave the husband’s body. Kyle and Julia were in the passengers area while the husband’s body was cased in a coffin took in the baggage area.
Tired and oppressed while through her husband death made Kyle consumed some medicine. This made her sleep several times after the plane take off. When she woke up she found her daughter nowhere. Then she helped by plan crews looked for the little girl in any place in the plane but she was not found.
The conflict increased when there is no evidence that the little girl is exist in the plane. The passengers’ document proved the little girl seat was empty and the plane crews give a confused witness, they did not really know weather the little girl was there or not.
Realized her daughter was lost Kyle got nervous. She made sure that her little girl was in the plane with her until several moments ago while she was sleeping. Then she tried anything to find her daughter and prove everyone in the plane that she is on board but it was not worked because she stooped by The Air Marshal. Moreover people became hate her because she disturbed others by screw up the plane panel control that made the passengers in panic.
In other side Captain of the plane got information that the little girl was with the husband when he fall. Captain told the mother that her daughter was dead but she did not believe it. So that the impatient Captain asked for the Air Marshal kept watch her during the flight.
Facing all nonsupport evidences the mother tried herself to save her daughter. Moreover she had confronted to all people in the plane. Being handcuffed, hit by some men and suspected crazy she had to fight herself face the little girl’s kidnappers –who were also an organized skyjackers– with no one believe in her.
At the end of the story the mother save her daughter after born down inscrutable perpetrators who kidnapped the little girl due to apply their illegally action. The mother carries her little girl out of the plane proudly and made people used to hate her become overawed to her, include the Captain and the plane crews. People should take a high respect on her after some awesome and intelligent acts she performed due to save her daughter.
As an aphorism ‘even beasts would never eat their children’, we know exactly every women blessed by mother instinct. It is a basic instinct blessed by God in order to take care of the children. Not only women every female animals also blessed by this instinct. It is a strong power and will that possibly they do some wonderful act in order to cover their children. Like Kyle Pratt, bravely she fights so many people in the plane only to save her daughter.
Unlucky that awesome thing just happen in the fiction, but it doesn’t same thing happen in reality. While women blessed with mother instinct to cover their children some of them even do the opposite. LKTS noted there were 12 cases of children murdered and neglected in Central Java area during October - December 2008. All the cases parents -mothers and fathers of the children, mostly of them were mothers- were suspected perpetrators background in unwanted pregnancy reason.
In some cases mothers killed their babies that just born and throw away the dead bodies. It done in order to cover their disgrace known, having a baby outside the wedlock. Some of them also did this because their partner won’t take any responsible for their pregnancies.
Social pressure make this thing happens. Indonesian society still not approve the baby born outside the wedlock, it is a big disgrace especially for women. While there are a big number of free sex behavior done by Indonesian teenagers. Perform sexual activities without an equal knowledge and responsible make the unwanted pregnancy often occurs. Otherwise having a baby without any husband would be an unacceptable thing in society.
By this causal relationship, the mother who neglect and murder her baby is a perpetrator but also a victim. As a perpetrator because she cuts her baby’s chance to life, but also a victim because of the social pressure that bend her to take this decision.
But for me, being a mother is still a blessing. So that, choice to be a mother should be done by a blessing condition – of curse in wedlock – not just to fulfill the society and religion need but also to fulfill the baby need. A healthy baby (not just in physically but also physiologically) can be achieved by a healthy surrounding. Being a mother is also a big commitment, take a big responsible to take care a little human who is over a barrel and completely depended on us. That would make the mother instinct take a role.
(Picture is taken from arnonop.wordpress.com)